Masyarakat Nagari Maek, Kecamatan Bukik Barisan, Kabupaten Limapuluhkota, Sumatera Barat (Sumbar) mengharapkan objek wisata Gugusan Batu Menhir di Situs Bawah Parit yang terletak di daerah tersebut benar-benar bisa menjadi destinasi budaya internasional.
Harapan itu disampaikan Wali Nagari Maek Efrizal Hendri saat pembukaan Focus grup discussion (FGD) Diskusi Kelompok Terpumpun Menggali Potensi Budaya Maek, Kamis hingga Jumat (20-21/7/2023).
“Kita berharap kepada semua pihak termasuk pemerintah kabupaten, provinsi hingga pusat. Memberikan perhatian untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Maek agar objek wisata Gugusan Batu Menhir di Situs Bawah Parit yang merupakan peninggalan prasejarah menjadi destinasi internasional yang diakui dunia,” kata Efrizal.
Menurut Efrizal, para peneliti yang terdiri dari akademisi dan unsur lainya telah datang untuk melakukan penelitian. Diharapkan banyak lagi akademisi yang datang sehingga bisa digali lagi makna apa saja terkandung dalam menhir itu.
Infrastruktur yang layak, lanjut Efrizal, juga menjadi kebutuhan untuk mempermudah akses wisatawan menuju objek wisata bersejarah tersebut dan mengangkut hasil perkebunan masyarakat, kondisi sekarang beberapa ruas jalan mengalami kerusakan. Ada yang hampir tertimbun meterial longsor, ada juga yang berlobang cukup dalam.
Situs Gugusan Batu Menhir berada di perbukitan di pedalaman Kabupaten Limapuluh Kota. Lokasinya 45 kilometer dari pusat Kota Payakumbuh, untuk menuju kesana masyarakat harus menempuh jalan yang banyak tikungan dengan hamparan pemandangan persawahan dan hutan-hutan.
“Jadi ketika akses dan infrastruktur nya bagus wisatawan akan nyaman menuju lokasi,” sebut Efrizal.
Dengan kondisi sekarang, mayoritas wisatawan yang mengunjungi situs prasejarah seribu Menhir yaitu kalangan siswa dan mahasiswa. Mereka berasal dari berbagai universitas yang ada di Indonesia dan sekolah-sekolah yang ada di Sumbar.
Baca Juga:
Rumah Tan Malaka Memprihatinkan, Supardi Minta Pemkab Perhatikan Cagar Budaya
“Sementara masyarakat umum banyak juga yang datang namun tidak sesignifkan kalangan pelajar,” ungkap Efrizal.
Efrizal menambahkan, Situs Seribu Menhir Maek merupakan yang terbesar di Nusantara, bahkan juga di dunia.
Menurut data Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar mencatat ada 374 menhir dan satu dakon di situs yang berada pada ketinggian 350 meter dari permukaan laut ini.
Tinggi menhir beragam, mulai dari seukuran diameter kepala anak-anak hingga sekitar 3 meter. Ada pula satu menhir setinggi 4 meter tetapi sudah rebah.
Bentuk menhir itu bervariasi, antara lain menyerupai mata pedang, hulu pedang/keris, persegi, hingga kepala hewan. Bagian paling atas menhir umumnya membengkok dan mengarah ke satu tujuan ke Gunung Sago yang berada di arah tenggara.
Sementara itu, Doni, salah satu warga Maek mengatakan, sekarang menhir di Bawah Parit menjadi salah satu destinasi yang dikunjungi di Nagari Maek, mulai dari warga biasa, pelajar dan mahasiswa, hingga peneliti.
“Selama pandemi Covid-19 dulu tingkat kunjungan cukup memprihatinkan, paling banyak sepuluh orang berkunjung dalam sepekan. Sekarang dalam sepekan, biasa puluhan hingga ratusan orang berkunjung,” kata Doni.
Menindaklanjuti harapan masyarakat itu, Ketua DPRD Sumbar Supardi mengatakan, untuk sekarang pemerintah provinsi melalui Dinas Kebudayaan Sumbar terus berupaya melakukan kajian yang melibatkan semua unsur untuk agar daerah Nagari Maek bisa menjadi objek desa wisata yang memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat.
“Kita menginginkan jika ini benar-benar terwujud, masyarakat maek tidak menjadi penonton di daerah sendiri seperti di objek-objek wisata internasional lainya,” ujar Supardi. (*)