Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) akan melakukan Radiocarbon Dating untuk mengetahui usia gugusan menhir yang terletak di Nagari Maek, Kecamatan Bukik Barisan, Kabupaten Limapuluhkota, Sumatera Barat (Sumbar).
Hal itu terungkap saat focus grup discussion (FGD) Diskusi Kelompok Terpumpun Menggali Potensi Budaya Maek, Kamis dan Jumat (20-21/7/2023). FGD dibuka oleh Ketua DPRD Provinsi Sumbar Supardi dihadiri para pakar, salah satunya pakar pariwisata dunia Ridwan Tulus.
Radiocarbon Dating merupakan metode penelitian yang memperkirakan usia obyektif bahan berbasis karbon yang berasal dari organisme hidup. Metode ini sangat cocok untuk diaplikasikan guna menentukan usia benda purbakala yang telah mencapai ribuan tahun.
“FGD yang melibatkan para pakar dan pemangku adat ini, bertujuan untuk memecahkan misteri Maek yang belum terpecahkan hingga sekarang. Jadi kita sepakat untuk mengangkat Maek menjadi objek destinasi peradaban tertua di nusantara dan dunia,” kata Supardi.
Supardi menjelaskan, dua bulan yang lewat dirinya datang ke Nagari Maek dan bertemu dengan salah seorang tokoh masyarakat. Dari keterangan tokoh masyarakat itu terungkap, sudah banyak pakar-pakar yang datang, namun belum ada hasil penelitiannya yang mebuahkan hasil.
Pada tahun 1985 Universitas Gadjah Mada (UGM) juga mengambil beberapa sampel yaitu gigi, tengkorak kepala dan tanah untuk diteliti, namun hingga sekarang belum ada hasil.
Baca Juga:
393 Jemaah Haji Kloter 1 Embarkasi Padang Diberangkatkan ke Tanah Suci
“Jadi saya sudah datang ke UGM untuk melihat sampel itu secara langsung, hingga sekarang masih ada,” ungkap Supardi.
Untuk lebih memperdalam, lanjut Supardi, pihaknya datang ke BRIN dan menemui kepala untuk mengurus situs-situs pra sejarah, bahkan berencana untuk melakukan Radiocarbon Dating, sehingga tengkorak itu akan diautopsi kembali untuk menentukan usia dari fosil itu.
Tidak hanya peradaban, pihaknya juga ingin mengungkap misteri menhir yang ada di Nagari Maek telah berumur berapa tahun.
“Jadi dengan metode penelitian yang dilakukan oleh BRIN, bisa dilakukan di Indonesia atau Amerika, kalau di sini bisa, namun waktunya panjang dan sering tidak diakui dunia, sementara di Amerika waktunya satu atau dua bulan namun harus membayar untuk satu sampel,” jelas Supardi.
“Beberapa fosil yang tersimpan di UGM itu layak untuk dilakukan Radiocarbon dating, namun tinggal memikirkan untuk membayar sampel itu, satu sampel itu kisaran Rp 15 juta, tiga sampel itu Rp 45 juta,” tambah Supardi.
Lebih lanjut Supardi menyampaikan, angkanya tidak terlalu mahal, namun tidak ada anggaran untuk itu dalam komposisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumbar.
Meski demikian, untuk penelitian itu BRIN tidak hanya menerima uang pemerintah, namun juga pihak swasta.
Baca Juga:
Masyarakat Maek Minta Pemerintah Wujudkan Nagari Seribu Menhir Jadi Pariwisata Dunia
“Jadi pihak BRIN hingga UNESCO sangat tertarik untuk menggali hal-hal yang ada di Maek,” ucap Supardi.
Di sisi lain, Supardi mengungkap, pihaknya juga mengunjungi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) , bahkan mereka berkomitmen untuk mengangkat Maek untuk menemukan sejarah baru peradaban di Indonesia.
“Dulu pada tahun 1985 menhir di sini lebih dari empat ribu dan banyak tersebar. Namun, karena masyarakat tidak tahu itu batu apa, digunakanlah untuk keperluan pondasi, tempat duduk di rumah, dan lain-lain. Dari jumlah sebanyak itu artinya ada banyak manusia yang telah dikuburkan di daerah ini dan bisa disimpulkan bahwa Maek dahulunya merupakan peradaban besar yang ada sebelum tahun masehi,” kata Supardi
Untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan optimalisasi pembangunan pariwisata di Sumbar, Supardi menuturkan, pihaknya melaksanakan sejumlah kegiatan besar seperti FGD dengan melibatkan tokoh adat Maek dan lainya.
”Kita tidak ingin terjadi sejarah kelam ketika Maek menjadi destinasi internasional, masyarakat setempat tidak menjadi penonton saja, namun ikut mengelola tanpa melibatkan pihak lain,” sebut Supardi.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Sumbar Saifullah mengatakan, pihaknya mengapresiasi kepedulian banyak pihak untuk pelestarian peninggalan situs kebudayaan yang dilindungi, termasuk Ketua DPRD Sumbar.
Banyak misteri yang belum terungkap pada Kenagarian seribu menhir Maek ini belum terungkap, sehingga kegiatan ini penting dilaksanakan.
“Jadi dalam pelestarian situs warisan itu ada tiga yaitu perlindungan, pemeliharaan hingga pelikasikan, semoga FGD ini memberikan banyak manfaat,” kata Saifullah. (*)