Dilema Kecantikan: Antara Hasrat Kulit Cerah dan Gunungan Sampah Kosmetik

Dilema Kecantikan: Antara Hasrat Kulit Cerah dan Gunungan Sampah Kosmetik

Ilustrasi Sampah Kosmetik (Foto: waste4change)

Brand kecantikan adu cepat untuk mengeluarkan produk kosmetik hampir setiap bulan. Konsumen dipaksa bingung dengan ragam varian tanpa dasar yang jelas, hasilnya banyak produk konsumen tidak dipakai dan dibiarkan menganggur begitu saja sampai expired atau kadaluwarsa dan akhirnya, produk tersebut hanya menjadi sampah.

Sebenarnya, secara bisnis ini tidak memberi dampak apapun karena produk tetap terjual dan pendapatan brand bertambah tetapi masalahnya berdasarkan program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) pada 2022, Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik. Salah satu sumber sampah tersebut adalah kemasan kosmetik.

Menurut riset GlobalData, pasar kosmetik Indonesia diproyeksikan tumbuh rata-rata 7,2% pertahun hingga 2025. Pertumbuhan ini diiringi oleh peningkatan jumlah sampah kosmetik, terutama dari kemasan sekali pakai. Sayangnya, hingga kini, belum ada data resmi tentang jumlah sampah kosmetik di Indonesia, karena masih banyak yang tercampur dengan limbah rumah tangga lainnya.

Seperti disampaikan Lyfe with Less Indonesia, 120 miliar kosmetik diproduksi di seluruh dunia. Itu artinya, semakin banyak kosmetik diproduksi, semakin tinggi timbulan sampah plastik. Rumitnya lagi, dari jumlah produk kosmetik yang mencapai ratusan miliar kemasan itu, 79% berakhir di tempat pembuangan (TPA), 12% dibakar, dan hanya 9% yang didaur ulang.

Sampah kosmetik menjadi masalah besar karena jumlah yang menakutkan. Setiap tahun, jutaan ton sampah kosmetik dihasilkan di Indonesia. Kemasan plastik, botol, dan tube menjadi penyumbang terbesar. Beberapa produk kosmetik juga mengandung bahan kimia yang sulit terurai dan beracun bagi lingkungan. Jika tidak dikelola dengan baik, bahan-bahan ini dapat mencemari tanah dan air.

Sampah kosmetik yang dibuang sembarangan dapat mencemari tanah dan air, mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Sampah plastik dari produk kosmetik seringkali berakhir di laut, merusak ekosistem laut dan mengancam kehidupan biota laut.

Indonesia belum memiliki regulasi khusus yang secara langsung mengatur pengelolaan sampah kosmetik. Namun, beberapa peraturan umum terkait pengelolaan sampah dan lingkungan hidup secara tidak langsung mencakup permasalahan ini.

Beberapa regulasi yang relevan antara lain: Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, undang-undang ini menjadi landasan hukum bagi pengelolaan sampah di Indonesia, termasuk sampah kosmetik. UU ini menekankan pada prinsip-prinsip pengelolaan sampah yang berkelanjutan, seperti pengurangan, pemanfaatan, dan pemrosesan akhir sampah.

Selanjutnya PermenLHK No.P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan sampah oleh produsen, peraturan ini mewajibkan produsen, termasuk produsen kosmetik untuk Menyusun peta jalan pengurangan sampah. Targetnya adalah mengurangi 30% timbulan sampah pada tahun 2029.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan target “Indonesia Bebas Sampah 2025”. Salah satu inisiatif terbesar yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah sampah plastik adalah melalui program "Indonesia Bebas Sampah 2025".

Program ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia hingga mencapai nol sampah plastik di tempat pembuangan akhir pada tahun 2025. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah telah mengambil berbagai langkah, termasuk kampanye penyadaran masyarakat, pengembangan sistem daur ulang yang lebih efisien, serta pengawasan ketat terhadap industri plastik.

Pemerintah mengadakan kolaborasi publik, untuk turut serta melakukan pemberdayaan pengelolaan sampah dengan paradigma baru yaitu circular economy. Melalui pengelolaan ini, masyarakat juga turut mendapat untung dengan membangun ekonomi dari daur ulang sampah.

Mantan Menteri LHK, Siti Nurbaya, menyampaikan bahwa kita sekarang menghadapi kebutuhan masyarakat yang begitu tinggi untuk lingkungan yang bersih, baik, dan sehat. Jadi tugas pemerintah baik pusat dan daerah untuk mewujudkan kondisi tersebut.

Perlu kerja keras dan dukungan serta kolaborasi dari berbagai pihak dalam hal ini, dengan melibatkan 32 kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dunia usaha dan pengelola kawasan serta masyarakat.

Hal ini juga menunjukkan tekad yang sangat kuat untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampahnya melalui perubahan perilaku dan budaya masyarakat Indonesia.

Pemerintah memiliki peran yang sangat krusial dalam upaya mengurangi sampah kosmetik. Melalui kebijakan yang komprehensif, pemerintah dapat mendorong industri kosmetik untuk berinovasi dan memproduksi produk yang ramah lingkungan.

Dengan membuat regulasi yang ketat terkait bahan-bahan berbahaya, kemasan, dan dampak lingkungan, pemerintah dapat melindungi konsumen dan lingkungan. Selain itu pemerintah juga perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilih produk yang ramah lingkungan dan mengelola sampah dengan benar.

Industri kosmetik dapat berperan dalam mengatasi masalah sampah seperti pengembangan kemasan ramah lingkungan dengan menggunakan bahan daur ulang seperti plastik PET atau aluminium dan juga dapat menggunakan kemasan biodegradable, yaitu kemasan yang terbuat dari bahan alami seperti tumbuhan yang dapat terurai secara alami menjadi pilihan ramah lingkungan.

Beberapa perusahaan bekerja sama dengan organisasi pengelola sampah untuk menyediakan fasilitas daur ulang bagi konsumen. Dengan ada program daur ulang ini memungkinkan konsumen mengembalikan kemasan untuk didaur ulang.

Selain itu, perusahaan-perusahaan juga mengedukasi konsumen mengenai pentingnya memilih produk yang ramah lingkungan dan cara mengelola sampah kosmetik dengan benar.

Meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi seperti pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan seringkali membutuhkan biaya yang lebih tinggi dan perubahan perilaku konsumen, namun upaya-upaya ini menunjukkan komitmen industri kosmetik untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan.

Upaya masyarakat dalam mengurangi sampah kosmetik sangat beragam. Mulai dari memilih produk kosmetik yang ramah lingkungan dengan bahan alami dan kemasan daur ulang, hingga mengelola sampah kosmetik dengan benar seperti memisahkan dan mendaur ulang kemasan.

Selain itu, mengurangi konsumsi kosmetik, serta mengedukasi orang lain tentang pentingnya memilih produk yang ramah lingkungan juga menjadi bagian dari solusi. Dengan tindakan-tindakan ini, kita tidak hanya mnegurangi beban lingkungan, tetapi juga mendorong industri kosmetik untuk lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Sebagai konsumen, kita memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan positif dalam industri kosmetik. Dengan memilih produk yang ramah lingkungan, seperti produk dengan bahan alami, kemasan daur ulang, dan sertifikasi organik, kita mendukung merek yang berkomitmen terhadap keberlanjutan.

Selain itu, mengelola sampah kosmetik dengan benar seperti memisahkan dan mendaur ulang kemasan juga sangat penting. Dengan usaha ini, kita tidak hanya mengurangi jumlah sampah yang berakhir di lingkungan, tetapi juga memberikan tekanan pada perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, industri dan masyarakat kita dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Langkah-langkah kecil seperti memilih produk dengan kemasan ramah lingkungan atau mendaur ulang kemasan, dapat memberikan dampak besar bagi kelestarian lingkungan di masa depan.

Perubahan ini tidak hanya mencerminkan kepedulian kita terhadap lingkungan, tetapi juga menunjukkan bahwa kecantikan sejati adalah tentang merawat diri sambil tetap menjaga planet yang kita tinggali. (*)

Penulis: Putri Nurul Fadila (Mahasiswa Universitas Jambi)

Baca Juga

Guru Akuntansi: Pilar Utama Membangun Generasi Melek Finansial
Guru Akuntansi: Pilar Utama Membangun Generasi Melek Finansial
Otak Sebagai Benteng dari Kabut Demensia
Otak Sebagai Benteng dari Kabut Demensia
Batik Indonesia: Warisan Budaya di Persimpangan Globalisasi
Batik Indonesia: Warisan Budaya di Persimpangan Globalisasi
Dampak Gadget dan Pengawasan Orang Tua Sejak Dini
Dampak Gadget dan Pengawasan Orang Tua Sejak Dini
Gen Alpha di Era Digital
Gen Alpha di Era Digital
Menjaga Integritas Pilkada 2024 Melalui Penegakan Hukum yang Tegas
Menjaga Integritas Pilkada 2024 Melalui Penegakan Hukum yang Tegas