Sumbardaily.com, Jakarta - Komunitas Budaya Laksamana menggelar acara peluncuran buku fotografi dan pemutaran perdana film dokumenter berjudul Si Sagaik-Sagaik (Sagu dan Keberlangsungan Hidup Suku Mentawai di Siberut Selatan) pada Rabu (26/6/2024) di Rumah Budaya Fadli Zon, Jakarta.
Karya ini merupakan hasil dari Dana Abadi Indonesiana kategori Dokumentasi Karya/Pengetahuan Maestro dan OPK Rawan Punah yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) periode 2023-2024.
Sagaik dalam bahasa Mentawai berarti sagu, makanan pokok tradisional masyarakat Kepulauan Mentawai. Sementara Sagaik-Sagaik mengandung arti jamak atau lebih dari satu.
Melalui karya ini, Komunitas Budaya Laksamana berupaya mengangkat kembali pentingnya sagu bagi keberlangsungan hidup dan budaya masyarakat Mentawai.
Ketua Komunitas Budaya Laksamana sekaligus pimpinan produksi film, Fani Utari menjelaskan latar belakang pembuatan karya ini.
"Kami melihat sagu memiliki fungsi yang amat penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat Suku Mentawai di Siberut Selatan. Sayangnya, pengetahuan ini mulai terabaikan, bahkan oleh masyarakat Mentawai sendiri," ujarnya.
Utari menambahkan bahwa hanya beberapa maestro, terutama Sikerei (tokoh spiritual Mentawai), yang masih memiliki pengetahuan mendalam tentang sagu.
"Sikerei sendiri telah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTBI) pada 2019 dengan domain adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan. Maestro karya budayanya adalah Aman Laulau Manai dari Desa Madobag dan Aikup dari Desa Muntei," jelasnya.
Film dokumenter ini bertujuan untuk menyampaikan informasi secara utuh tentang pentingnya sagu bagi masyarakat Mentawai.
"Kami ingin menghadirkan realitas tanpa rekayasa atau manipulasi, memberikan informasi yang akurat dalam upaya mengembalikan kesadaran masyarakat tentang begitu pentingnya sagu, sekaligus sebagai bentuk solusi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat Mentawai," tambah Utari.
Perwakilan dari Kemendikbud Ristek Wilayah Sumatera Barat (Sumbar), Femmy Sutan Bandaro mengapresiasi kerja keras tim Komunitas Budaya Laksamana.
"Tidak mudah untuk memproduksi film dokumenter seperti ini. Namun di tangan Ibu Fani dan tim, kita bisa bersama menyaksikan bagaimana saudara kita di Mentawai masih memanfaatkan sagu atau sagaik ini sebagai bahan makan sehari-hari ataupun saat upacara adat," ujarnya.
Sutan Bandaro berharap film ini dapat membuka mata masyarakat luas untuk tetap melestarikan pohon penghasil sagu serta kebudayaan tradisi asli yang berasal dari Mentawai.
Staf Ahli Bidang Pemerintahan Hukum dan Politik, Nofiyanti juga menyampaikan apresiasinya. Ia sangat mengapresiasi peluncuran buku dan film ini.
"Semoga ke depan bisa mengembangkan dan meningkatkan lagi karya-karya luar biasanya," ujarnya.
Peluncuran Si Sagaik-Sagaik ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam meningkatkan kesadaran masyarakat luas tentang pentingnya melestarikan tradisi dan kearifan lokal, khususnya peran sagu dalam kehidupan masyarakat Mentawai.
Selain itu, karya ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi peneliti, pemerhati budaya, dan generasi muda untuk terus menjaga dan mengembangkan warisan budaya Indonesia. (red)