Sumbardaily.com, Padang Pariaman – Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak kembali mencoreng dunia pendidikan di Sumatera Barat. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengungkapkan bahwa sebanyak 16 murid sekolah dasar di Kabupaten Padang Pariaman diduga menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum guru di salah satu sekolah dasar Islam di Nagari Campago Selatan, Kecamatan V Koto Kampung Dalam.
Peristiwa ini mencuat setelah beberapa korban memberanikan diri bercerita kepada orang tua masing-masing. Namun, alih-alih dilaporkan ke kepolisian, kasus tersebut justru diselesaikan secara kekeluargaan oleh pihak sekolah. Langkah itu dilakukan dengan alasan bahwa tindakan sang guru dianggap sebagai “pelecehan ringan”.
Staf Bidang Hak Asasi dan Minoritas Rentan LBH Padang, Anisa Hamda, menyayangkan keputusan tersebut. Ia menjelaskan bahwa kepala sekolah memfasilitasi pertemuan antara orang tua korban, terduga pelaku, serta Bhabinkamtibmas Polsek V Koto Kampung Dalam untuk mencapai kesepakatan damai. Dalam pertemuan itu, sang guru disebut mengakui perbuatannya, namun kasus tetap diselesaikan di luar jalur hukum.
“Alih-alih dilaporkan ke kepolisian, kasus justru diselesaikan secara kekeluargaan dengan dalih pelecehan ringan,” ujar Anisa dalam keterangannya, dikutip Rabu (29/10/2025).
Menurutnya, langkah tersebut menimbulkan miskonsepsi hukum dan mencederai prinsip keadilan bagi korban. Ia menegaskan bahwa tindak kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan melalui mediasi atau perdamaian, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Anisa menambahkan, tindakan damai semacam ini dapat memperparah trauma anak sekaligus menunjukkan lemahnya pemahaman hukum dari pihak sekolah dan aparat terkait.
“Pelaku merupakan tenaga pendidik yang seharusnya menciptakan lingkungan belajar aman dan nyaman. Namun, justru sebaliknya, anak-anak menjadi korban dan mengalami ketakutan serta trauma berat,” tegasnya.
LBH Padang menilai, penyelesaian damai atas dalih “pelecehan ringan” merupakan preseden buruk yang dapat melegitimasi impunitas pelaku. Hal itu juga melanggar hak anak atas keadilan, pemulihan, serta jaminan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan dan eksploitasi.
“Kasus 16 anak korban kekerasan seksual ini merupakan alarm keras bahwa Kabupaten Padang Pariaman berada dalam situasi darurat kekerasan terhadap anak,” ujar Anisa.
Ia menegaskan, LBH Padang mendesak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman hingga aparat penegak hukum, agar tidak menutup mata terhadap kasus ini.
LBH Padang juga menyerukan agar aparat penegak hukum memproses pelaku secara transparan dan konsisten tanpa diskriminasi. Lembaga tersebut menilai bahwa penegakan hukum yang tegas adalah satu-satunya cara untuk menghentikan siklus kekerasan di dunia pendidikan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi sekolah. (red)

 
    













