Sumbardaily.com, Padang Panjang – Kuda pacu Sir Orbit tampil perkasa dan keluar sebagai juara kelas Derby Divisi I – 1.400 meter dalam ajang bergengsi Pacu Kuda Gubernur Cup III Alek Anak Nagari Pabasko 2025, yang digelar di Gelanggang Bancah Laweh, Padang Panjang.
Dengan stamina luar biasa dan kecepatan stabil sejak awal lomba, Sir Orbit berhasil memimpin jalannya balapan dan melesat lebih dulu di garis finis, mengalahkan kuda-kuda unggulan lainnya. Sorak sorai ribuan penonton yang memadati arena menggema di udara, menandai kemenangan spektakuler sang kuda di ajang bergengsi tersebut.
Kemenangan Sir Orbit menjadi penutup manis bagi Pacu Kuda Gubernur Cup III 2025 yang sejak pagi telah menyedot perhatian publik Sumatera Barat (Sumbar). Ajang ini sekaligus mempertegas posisi Pabasko — akronim dari Padang Panjang, Batipuah, dan X Koto — sebagai daerah dengan tradisi pacu kuda terkuat di ranah Minangkabau.
Derby Paling Bergengsi di Bancah Laweh
Sorotan utama tertuju pada kelas Derby Divisi I – 1.400 meter, yang dikenal sebagai kategori paling bergengsi dalam dunia pacu kuda Sumbar. Lintasan Bancah Laweh menjadi saksi duel sengit antara para kuda terbaik dari berbagai daerah.
Begitu bel start berbunyi, Sir Orbit yang merupakan hasil kawin silang indukan Toureq dan Puti Koto langsung memimpin di posisi terdepan. Di bawah kendali joki berpengalaman, kuda berstamina tinggi itu berlari stabil dan tak tertandingi hingga garis finis.
Sorak penonton menggema, sebagian berdiri dari tribun, menyaksikan momen bersejarah itu. Ramlan Nurmatias, pemilik Sir Orbit yang juga Wali Kota Bukittinggi, tampak tersenyum lebar di tengah riuh tepuk tangan dan teriakan penonton.
“Sir Orbit tampil luar biasa. Tapi yang paling membanggakan adalah semangat masyarakat Pabasko yang begitu kompak dalam menjaga dan menghidupkan tradisi pacu kuda ini,” ujar Ramlan.
Tradisi yang Hidup di Hati Masyarakat
Ajang Pacu Kuda Gubernur Cup III Alek Anak Nagari Pabasko 2025 yang digelar Minggu (27/10/2025), tak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga pesta budaya yang memadukan unsur adat, ekonomi, dan hiburan rakyat.
Sejak Minggu pagi , Gelanggang Bancah Laweh — arena pacu legendaris yang pernah menjadi latar kisah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck — telah dipadati pengunjung. Anak-anak berlarian di antara tenda pedagang, aroma makanan khas Minangkabau menyeruak di udara, dan para joki menyiapkan kuda terbaik mereka.
Suasana penuh warna ini menunjukkan betapa kuatnya akar budaya pacu kuda dalam kehidupan masyarakat Pabasko. Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi simbol kehormatan serta kebersamaan antar-nagari.
Multiplier Effect bagi Ekonomi dan Budaya
Wali Kota Padang Panjang Hendri Arnis, yang hadir bersama Wakil Wali Kota Allex Saputra, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam penyelenggaraan alek besar tersebut. Ia menegaskan bahwa pacu kuda bukan sekadar ajang hiburan, melainkan juga motor penggerak ekonomi dan pelestarian budaya.
“Alek pacu kuda ini bukan hanya lomba, tapi juga ruang kebersamaan dan kebanggaan kita terhadap budaya Minangkabau. Kegiatan seperti ini mampu menggerakkan ekonomi masyarakat, dari pedagang kecil sampai pelaku UMKM,” ujarnya.
Hendri menjelaskan, selama pelaksanaan kegiatan, ratusan pelaku usaha kecil memadati area sekitar gelanggang. Tenda kuliner, permainan anak, hingga kerajinan lokal menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
“Kita ingin Pabasko menjadi barometer pacu kuda Sumbar, bahkan Indonesia. Dari sini akan lahir kuda-kuda terbaik yang bisa bersaing di tingkat nasional,” tambahnya optimistis.
Harmoni Anak Nagari
Selain memajukan ekonomi, Hendri juga menyoroti kekompakan masyarakat Pabasko yang menjadi kunci kesuksesan penyelenggaraan alek tahun ini. Meski secara administratif terbagi antara Padang Panjang, Batipuah, dan X Koto, semangat persatuan masyarakat tetap terjalin kuat.
“Masyarakat Pabasko kompak dan satu hati. Ini kekuatan sosial yang luar biasa dan harus terus dijaga,” tutur Hendri.
Ia juga mengapresiasi panitia, niniak mamak, dan seluruh elemen masyarakat yang telah bekerja keras menyukseskan kegiatan hingga selesai tanpa hambatan berarti.
“Panitia sudah bekerja siang malam. Niniak mamak menjaga nilai adat. Ini bukan sekadar lomba, tapi bentuk silaturahmi dan hiburan rakyat yang harus kita rawat,” katanya. (red)















