Sumbardaily.com, Padang – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar) mengambil langkah tegas dengan menahan sebelas tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek ganti kerugian lahan tol Padang-Pekanbaru.
Kasus yang terjadi pada periode 2020-202 ini melibatkan lahan taman keanekaragaman hayati milik Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dan mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 27 miliar.
"Penahanan dilakukan setelah tim penyidik bidang Pidsus melakukan pemeriksaan dan menemukan bukti permulaan yang cukup," ungkap Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sumbar, Efendri Eka Saputra, dalam konferensi pers di Padang, Rabu (23/10/2024).
Sebelumnya, Kejati Sumbar telah menetapkan dua belas orang tersangka, namun satu di antaranya meninggal dunia.
"Dari dua belas tersangka yang dipanggil, satu orang telah meninggal dunia, sehingga kami menahan sebelas orang," jelas Efendri.
Para tersangka yang ditahan berinisial SF, YH, MR, BR, ZD, AM, MN, AR, SH, SY, dan ZN, dengan peran yang berbeda-beda.
SF berperan sebagai ketua pelaksana pengadaan tanah (P2T), sementara YH sebagai anggota P2T. Sembilan tersangka lainnya terlibat sebagai penerima ganti kerugian lahan tol.
Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumbar, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 27 miliar.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu pasal primer 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sebagai pasal subsider, mereka juga dikenakan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Efendri, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejari Sijunjung, menjelaskan bahwa penahanan dilakukan di dua lokasi berbeda.
SF dan YH ditahan di Rutan Kelas II B Padang selama 20 hari, sementara sembilan tersangka lainnya (MR, BR, ZD, AM, MN, AR, SH, SY, dan ZN) dikenakan penahanan kota.
"Keputusan penahanan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara," tegas Efendri.
Kasus ini menjadi perhatian serius mengingat besarnya nilai kerugian negara dan dampaknya terhadap pembangunan infrastruktur strategis di Sumbar. (red)